Tahun 2011, Nilai Rapor Bisa Jadi Tiket Lulus Ujian

TEMPO Interaktif, Jombang - Menteri Pendidikan Nasional, Muhammad Nuh mengatakan, Sistem Ujian Akhir Nasional yang baru akan memperhitungkan nilai rapor kelas di bawahnya. " Kalau sebelumnya Ujian Nasional jadi satu-satunya syarat kelulusan, tahun depan tidak. Hasil ujian kelas juga dipakai...

 Kementerian Sudah Minta Sekolah Transparan Soal Dana BOS

TEMPO Interaktif, Jakarta - Kementerian Pendidikan Nasional mengklaim sudah memerintahkan sekolah se-Indonesia untuk transparan dalam laporan penggunaan dana bantuan operasional sekola (BOS). Menurut Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Suyanto, Kementerian sudah membuat...

 Ribuan Orang Geruduk DPRD DIY Hari ini

TEMPO/Yosep Arkian TEMPO Interaktif, Jakarta - Kecilnya jumlah mahasiswa miskin yang ditampung perguruan tinggi negeri (PTN) setiap tahunnya, membuat Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh mengeluarkan kebijakan agar PTN menyiapkan 20 persen kursi untuk anak-anak yang berlatar belakang dari ekonomi...

 Pajak Warteg Bisa Lahirkan Gayus Kecil

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan pemungutan pajak atas warteg hanya akan melahirkan Gayus-gayus kecil. Demikian kekhawatiran Tulus Abadi, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI...

Author

Foto saya
Memberikan Informasi kepada publik tanpa mengenal kasta

Minggu, 12 Desember 2010

Pajak Warteg Bisa Lahirkan Gayus Kecil

Minggu, 12 Desember 2010 |
JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan pemungutan pajak atas warteg hanya akan melahirkan Gayus-gayus kecil. Demikian kekhawatiran Tulus Abadi, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).


"Saya khawatir akan menimbulkan Gayus-Gayus kecil dalam transaksi pemungutan pajak antara yang dipungut dengan oknum-oknum pemungut pajak," ungkapnya kepada wartawan, di Jakarta, Sabtu (11/12/2010).

Menurutnya, warteg adalah usaha mikro yang seharusnya diberikan insentif-insentif oleh pemerintah, bukan dikenaikan pajak.

Lebih lanjut dipertanyakannya, apa karena di dalam manajemen warteg itu cashflow antara uang masuk dan uang keluar tidak terbukukan dan tidak terakunting. "Bagaimana bisa mendeteksi pendapatan warteg dalam satu hari. Kalo pemerintah mengatakan omsetnya Rp 160 ribu per hari parameternya apa?" ujarnya.

Pemungutan pajak warteg menjadi sangat berisiko kalau diterapkan secara prosedural pajak. Bukan itu saja, aturan ini akan memberatkan konsumen, karena 10 persen itu nilainya sangat tinggi.

"Itu tentu pengusaha warteg tidak akan menanggungnya sendiri pasti akan disharing kepada konsumen dengan menaikkan harga sehingga kalau kita ntar makan di warteg itu misalnya, Rp 10.000, akan dinaikkan menjadi Rp 11.000, karena yang seribu untuk bayar pajak," paparnya.

Dilanjutkannya, alasan mengapa warteg kecil tidak layak dikenai pajak, karena orang yang makan di warteg itu, orang yang sedang memenuhi rasa lapar dan memenuhi survival, dan agar tidak mati kelaparan.

"Itu tidak layak diberikan pajak kecuali kita makan di restoran. Ketika makan di restoran bergengsi makan untuk mencari gengsi mencari trademark di situ. Sehingga layak untuk diberi pajak. Tapi di warteg itu tidak etis diberikan pajak," tegasnya. (Andri Malau/Kontan)
sumber: kompas.com


Related Posts



0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © RAMLAN News | Powered by Blogger | Template by Blog Go Blog